Sabtu, 12 Januari 2013


Pengertian perjanjian internasional
1.      Oppenheim -Lauterpacht
                 Perjanjian Internasional adalah suatu persetujuan antar Negara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak yang mengadakannya
2.     Mochtar Kusuma Atmadja
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu
3.     Konvensi Wina 1969
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua Negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu.
                 Dari beberapa pengertian diatas, dapat kita simpulkan bahwa perjanjian internasional akan menimbulkan akibat hukum yang harus dipenuhi oleh masing-masing Negara agar tujuan diadakannya perjanjian internasional dapat dicapai dengan baik.
Perjanjian Internasional dapat digolongkan ke dalam 4 (empat) segi, yaitu:
1. Perjanjian Internasional ditinjau dari jumlah pesertanya
Secara garis besar, ditinjau dari segi jumlah pesertanya, Perjanjian Internasional dibagi lagi ke dalam:
a. Perjanjian Internasional Bilateral,
yaitu Perjanjian Internasional yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum internasional saja (negara dan / atau organisasi internasional, dsb). Kaidah hukum yang lahir dari perjanjian bilateral bersifat khusus dan bercorak perjanjian tertutup (closed treaty), artinya kedua pihak harus tunduk secara penuh atau secara keseluruhan terhadap semua isi atau pasal dari perjanjian tersebut atau sama sekali tidak mau tunduk sehingga perjanjian tersebut tidak akan pernah mengikat dan berlaku sebagai hukum positif, serta melahirkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku hanyalah bagi kedua pihak yang bersangkutan. Pihak ketiga, walaupun mempunyai kepentingan yang sama baik terhadap kedua pihak atau terhadap salah satu pihak, tidak bisa masuk atau ikut menjadi pihak ke dalam perjanjian tersebut.
b. Perjanjian Internasional Multilateral,
yaitu Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-   pihak yang terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional. Sifat kaidah hukum yang dilahirkan perjanjian multilateral bisa bersifat khusus dan ada pula yang bersifat umum, bergantung pada corak perjanjian multilateral itu sendiri. Corak perjanjian multilateral yang bersifat khusus adalah tertutup, mengatur hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang khusus menyangkut kepentingan pihak-pihak yang mengadakan atau yang terikat dalam perjanjian tersebut. Maka dari segi sifatnya yang khusus tersebut, perjanjian multilateral sesungguhnya sama dengan perjanjian bilateral, yang membedakan hanya dari segi jumlah pesertanya semata. Sedangkan perjanjian multilateral yang bersifat umum, memiliki corak terbuka.
2. Perjanjian Internasional ditinjau dari kaidah hukum yang dilahirkannya
Penggolongan Perjanjian Internasional dari segi kaidah terbagi dalam 2 (dua) kelompok:
a. Treaty Contract
                 Sebagai perjanjian khusus atau perjanjian tertutup, merupakan perjanjian yang hanya melahirkan kaidah hukum atau hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang hanya berlaku antara pihak-pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian ini bisa saja berbentuk perjanjian bilateral maupun perjanjian multilateral. 
b. Law Making Treaty.
                  Sebagai perjanjian umum atau perjanjian terbuka, merupakan perjanjian-perjanjian yang ditinjau dari isi atau kaidah hukum yang dilahirkannya dapat diikuti oleh subjek hukum internasional lain yang semula tidak ikut serta dalam proses pembuatan perjanjian tersebut. Dengan demikian perjanjian itu, ditinjau dari segi isi atau materinya maupun kaidah hukum yang dilahirkannya tidak saja berkenaan dengan kepentingan subjek-subjek hukum yang dari awal terlibat secara aktif dalam proses pembuatan perjanjian tersebut, melainkan juga dapat merupakan kepentingan pihak-pihak lainnya.
3. Perjanjian Internasional ditinjau dari prosedur atau tahap pembentukannya
                 Dari segi prosedur atau tahap pembentukanya Perjanjian Internasional dibagi ke dalam dua kelompok yaitu:
a. Perjanjian Internasional yang melalui dua tahap.
                  Perjanjian melalui dua tahap ini hanyalah sesuai untuk masalah-masalah yang menuntut pelaksanaannya sesegera mungkin diselesaikan. Kedua tahap tersebut meliputi tahap perundingan (negotiation) dan tahap penandatanganan (signature).
b. Perjanjian Internsional yang melalui tiga tahap.
                  Pada Perjanjian Internasional yang melalui tiga tahap, sama dengan proses Perjanjian Internasionl yang melalui dua tahap, namun pada tahap ketiga ada proses pengesahan (ratification). Pada perjanjian ini penandatangan itu bukanlah merupakan pengikatan diri negara penandatangan pada perjanjian, melainkan hanya berarti bahwa wakil-wakil para pihak yang bersangkutan telah berhasil mencapai kata sepakat mengenai masalah yang dibahas dalam perundingan yang telah dituangkan dalam bentuk naskah perjanjian. 
4. Perjanjian Internasional ditinjau dari jangka waktu berlakunya
                 Pembedaan atas Perjanjian Internasional berdasarkan atas jangka waktu berlakunya, secara mudah dapat diketahui pada naskah perjanjian itu sendiri, sebab dalam beberapa Perjanjian Internasional hal ini ditentukan secara tegas. Namun demikian, dalam hal Perjanjian Internasional tersebut tidak secara tegas dan eksplisit menetapkan batas waktu berlakunya, dibutuhkan pemahaman yang mendalam akan sifat, maksud dan tujuan perjanjian itu, karena hakikatnya perjanjian itu dimaksudkan untuk berlaku dalam jangka waktu tertentu atau terbatas. Misalnya, jika objek yang diperjanjikan itu sudah terlaksana atau terwujud sebagaimana mestinya, maka perjanjian tersebut berakhir dengan sendirinya. 
Istilah-istilah Perjanjian Internasional
1.      Traktat (treaty), perjanjian paling formal yang merupakan persetujuan dari dua Negara atau lebih. Perjanjian ini khusus mencakup bidang politik dan ekonomi.
2.     Konvensi (convention), persetujuan formal yang bersifat multilateral dan tidak berurusan dengan kebijakan tingkat tinggi (high policy).
3.     Protokol (protocol), persetujuan yang tidak resmi dan pada umumnya tidak dibuat oleh kepala Negara. Biasanya protocol mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausal-kalusal tertentu.
4.     Persetujuan (agreement), perjanjian yang bersifat teknis atau administrative. Persetujuan ini tidak perlu ratifikasi karena tidak seresmi traktat atau konvensi.
5.     Charter, istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administrative. Misalnya Atlantic Charter 1941 yang mengilhami berdirinya PBB.
6.     Pakta (pact), istilah yang menunjukkan suatu perjanjian yang lebih khusus. Misalnya Pakta pertahanan NATO, SEATO.
7.     Piagam (statute), himpunan peraturan yang ditetapkan oleh peraetujuan internasional.
8.     Deklarasi (declaration), perjanjian internasional yang berbentuk traktat dan dokumen tidak resmi. Deklarasi sebagai traktat jika menerangkan suatu judul dari batang tubuh ketentuan traktat, dan sebagai dokumen tidak resmi apabila merupakan lampiran pada traktat atau konvensi.
Tahap-tahap Perjanjian Internasional
Dalam konvensi wina 1969 tentang perjanjian internasional, ada tiga tahap dalam pembuatan perjanjian internasional, yaitu:
1.      Perundingan (Negotiation)
                        Tahap ini merupakan langkah awal bagi negara-negara untuk menentukan objek perjanjian. Pada tahap perundingan ini akan dibicarakan mengenai hak dan kewajiban yang harus dilakukan setelah disepakati dalam perjanjian, termasuk keuntungan dan kerugian serta mekanisme pelaksanaan perjanjian.
                 Perundingan yang dialakukan dalam perjanjian bilateral disebut dengan “talk”. Sedangkan dalam perjanjian multilateral disebut dengan “diplomatic conference”.
2.     Penandatanganan (Signature)
                 Tahap ini merupakan tahapan yang penting karena menjadi bukti nyata suatu Negara mengikat atau tidak dalam perjanjian. Penandatanganan dapat dilakukan oleh kepala pemerintahan ataupun oleh menteri luar negeri.
3.     Pengesahan (Ratification)
                 Pengesahan atau ratification merupakan cara yang sudah melembaga dalam pembuatan perjanjian internasional. Ratifikasi bertujuan memberikan kesempatan kepada Negara-negara guna mengadakan peninjauan serta pengamatan apakah negaranya dapat diikat oleh perjanjian itu atau tidak. Selain itu. dengan adanya ratifikasi akan menumbuhkan keyakinan pada lembaga perwakilan rakyat bahwa yang menandatangani isi perjanjian tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan rakyat.
Dasar hukum adanya ratifikasi diatur dalam:
1.   Pasal 11 konvensi Wina 1969
2.  Pasal 43 sub 3 piagam PBB
3.  Pasal 120 konstitusi ILO
Dalam perundang-undangan Negara Indonesia, ratifikasi diatur dalam pasal 11 UUD 1945, ayat:
1)    Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain
2)   Presiden dalam membuat perjanjian Internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasarkan bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
3)   Ketentuan lebih lanjut tentang  perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.
Ada tiga system ratifikasi yang dikenal didunia:
1.      Sistem ratifikasi oleh Eksekutif. Digunakan oleh Negara yang menggunakan system pemerintahan otoriter/ dictator.
2.     Sistem ratifikasi oleh legislative. Digunakan di Negara Honduras, Turki dan Elsavador
3.     Sistem ratifikasi campuran (Eksekutif dan Legislatif). Digunakan oleh Negara Indonesia, Amerika, Perancis.
Beberapa hal penting dalam Perjanjian Internasional
1.      Penggolongan Perjanjian internasional, ada 2:
a.  Menurut bentuk/ jumlah peserta perjanjian internasional, yaitu:
i)     Bilateral : perjanjian yang dilakukan oleh dua Negara, contoh: perjanjian ekstradisi
ii)    Multilateral : perjanjian yang dilakukan lebih dari 2 negara, contoh: konvensi hukum laut internasional tahun 1982.
b. Menurut daya ikat/ ungsi/ sifatnya, yaitu:
i)     Law making teaty : perjanjian yang meletakkan kaidah/ norma umum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan dan  bersifat multilateral dan terbuka, contoh : konvensi hukum laut internasional tahun 1982
ii)    Treaty contract : Perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi Negara-negara yang mengadakan perjanjian saja, contoh : Perjanjian RI-Cina tentang kewarganegaraan.
2.     Keikutsertaan dalam perjanjian internasional
Persetujuan untuk mengikatkan diri dalam perjanjian internasional dapat dialkukan dengan beberapa cara, yaitu:
a.   Accession : mengikuti keseluruhan isi perjanjian
b.  Adhession : mengikuti ketentuan tertentu saja karena alasan untuk kepentingan nasional dengan mengajukan persyaratan
c.   Acceptence : menerima dari suatu penandatanganan ratifikasi
Ada dua teori mengenai persyaratan dalam perjanjian internasional:
a.   Teori Kebulatan Suara (Unanimity Principle). Persyaratan itu hanya sah atau berlaku bagi yang mengajukan persyaratan jika persyaratan ini diterima oleh seluruh peserta dari perjanjian. Contoh: PBB dalam mengeluarkan resolusi atau menerima anggota baru, memerlukan kebulatan suara dari seluruh anggota
b.  Teori Pan Amerika. Setiap perjanjian itu mengikat negara yang mengajukan persyaratan dengan negara yang menerima persyaratan. Teori ini biasanya dianut oleh organisasi-organisasi negara Amerika. Contoh: NATO, setiap anggota diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam perjanjian yang dibentuk tersebut.
3.     Berlaku dan berakhirnya perjanjian internasional
Perjanjian internasional berlaku ketika:
c.   Mulai berlaku sejak tanggal ditentukan/ persetujuan Negara peserta
d.  Mulai berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan peserta perjanjian
e.   Bila persetujuan suatu Negara untuk terikat setelah perjanjian berlaku maka mulai berlaku sejak tanggal tersebut kecuali ditentukan lain
f.   Berlaku sejak disetujuinya teks perjanjian
Perjanjian internasional berakhir jika:
a.    Telah tercapai tujuannya
b.    Habis masa berlakunya
c.    Salah satu Negara punah
d.    Persetujuan peserta untuk mengakhiri perjanjian
e.    Adanya perjanjian baru yang isinya meniadakan perjanjian terdahulu
f.    Pembatalan sepihak/ pengunduran diri (denunciation)
g.    Perubahan yang mendasar terhadap keadaan  saat pembuatan perjanjian (Rebus Sic Stantibus)
4.     Pembatalan perjanjian internasional
Perjanjian internasional dapat batal jika:
a.    Negara peserta/ wakil kuasa usaha melanggar ketentuan hukum negaranya
b.    Unsur kesalahan yang berhubungan dengan fakta/ kenyataan saat pembuatan perjanjian
c.    Adanya unsur penipuan, kecurangan, dan penipuan
d.    Adanya unsur paksaan
e.    Bertentangan dengan kaidah dasar hukum internasional (asas Just cogens)
5.     Asas dalam Perjanjian Internasional
Untuk menjaga kelangsungan perjanjian internasional, maka setiap Negara harus mematuhi asas-asas umum, diantaranya:
a.    Asas Pacta sun servanda : Janji mengikat dan harus dilaksanakan dengan itikad baik
b.    Asas Reciprocitas : Tidakan suatu Negara (positif/negatif) akan terbalas setimpal
c.    Asas Courtecy : Saling menghargai dan menghormati kedaulatan Negara lain
d.    Egality rights : Setiap Negara memiliki kedudukan yang sama.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar