A.
Latar Belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai
Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa
al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin
mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang
menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam
memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama
Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran,
maka pemerintah Islam dipegang secara bergantian oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab,
Usman bin affan, dan Ali ibn Abi Thalib.
Khulafaurrasidin adalah para pengganti Nabi. Islam
sebagai sebuah ajaran dan Islam sebagai institusi Negara, mulai tumbuh dan
berkembang pada masa tersebut. Dalam Islam kedaulatan tertinggi ada pada Allah
SWT, sehingga para pengganti Nabi tidak memiliki fasilitas “ekstra” dalam
ajaran Islam untuk menentukan sebuah hukum baru, namun mereka termasuk
pelaksana hukum.
Pada makalah ini ditekankan pada
pembahasan kilafah pada masa Abu Bakar dan Umar
bin Khattab yang dimulai sejak pengangkatanya sampai kontribusi-kontribusi yang
telah diberikanya untuk islam dan masyarakat.
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Khalifah
ialah Pemimpin tertinggi umat Islam sedunia, atau disebut juga dengan Imam
A’zhom yang sekaligus menjadi pemimpin Negara Islam sedunia atau lazim juga
disebut dengan Khalifatul Muslimin.
2. Syarat-Syarat
Khalifah
Karena Khalifah itu adalah pemimpin tertinggi umat Islam, bukan hanya pemimpin kelompok atau jamaah umat Islam tertentu, dan bertanggung jawab atas tegaknya ajaran Islam dan ururusan duniawi umat Islam, maka para ulama, baik salaf (generasi awal Islam) maupun khalaf (generasi setelahnya), telah menyepakati bahwa seorang Khalifah itu harus memiliki syarat atau kriteria yang sangat ketat. Syarat atau kriteria yang mereka jelaskan itu berdasarkan petunjuk Al-Qur’an, Sunnah Rasul Saw. dan juga praktek sebagian Sahabat, khususnya Khulafaurrasyidin setelah Rasul Saw, yakni Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
Menurut Syekh Muhammad Al-Hasan Addud Asy-Syangqiti, paling tidak ada sepuluh syarat atau kriteria yang harus terpenuhi oleh seorang Khalifah :
Karena Khalifah itu adalah pemimpin tertinggi umat Islam, bukan hanya pemimpin kelompok atau jamaah umat Islam tertentu, dan bertanggung jawab atas tegaknya ajaran Islam dan ururusan duniawi umat Islam, maka para ulama, baik salaf (generasi awal Islam) maupun khalaf (generasi setelahnya), telah menyepakati bahwa seorang Khalifah itu harus memiliki syarat atau kriteria yang sangat ketat. Syarat atau kriteria yang mereka jelaskan itu berdasarkan petunjuk Al-Qur’an, Sunnah Rasul Saw. dan juga praktek sebagian Sahabat, khususnya Khulafaurrasyidin setelah Rasul Saw, yakni Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
Menurut Syekh Muhammad Al-Hasan Addud Asy-Syangqiti, paling tidak ada sepuluh syarat atau kriteria yang harus terpenuhi oleh seorang Khalifah :
- Muslim. Tidak sah jika ia kafir, munafik atau diragukan kebersihan akidahnya.
- Laki-Laki. Tidak sah jika ia perempuan karena Rasul Saw bersabda : Tidak akan sukses suatu kaum jika mereka menjadikan wanita sebagai pemimpin.
- Merdeka. Tidak sah jika ia budak, karena ia harus memimpin dirinya dan orang lain. Sedangkan budak tidak bebas memimpin dirinya, apalagi memimpin orang lain.
- Dewasa. Tidak sah jika anak-anak, kerena anak-anak itu belum mampu memahami dan memenej permasalahan.
- Sampai ke derajat Mujtahid. Kerena orang yang bodoh atau berilmu karena ikut-ikutan (taklid), tidak sah kepemimpinannya seperti yang dijelaskan Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Abdul Bar bahwa telah ada ijmak (konsensus) ulama bahwa tidak sah kepemimpinan tertinggi umat Islam jika tidak sampai ke derajat Mujtahid tentang Islam.
- Adil. Tidak sah jika ia zalim dan fasik, karena Allah menjelaskan kepada Nabi Ibrahim bahwa janji kepemimpinan umat itu tidak (sah) bagi orang-orang yang zalim.
- Profesional
(amanah dan kuat). Khilafah itu bukan tujuan, akan tetapi sarana untuk
mencapai tujuan-tujuan yang disyari’atkan seperti menegakkan agama Allah
di atas muka bumi, menegakkan keadilan, menolong orang-orang yang yang
dizalimi, memakmurkan bumi, memerangi kaum kafir, khususnya yang memerangi
umat Islam dan berbagai tugas besar lainnya. Orang yang tidak mampu dan
tidak kuat mengemban amanah tersebut tidak boleh diangkat menjadi
Khalifah.
Sebab itu, Imam Ibnu Badran, rahimahullah, menjelaskan bahwa pemimpin-pemimpin Muslim di negeri-negeri Islam yang menerapkan sistem kafir atau musyrik, tidaklah dianggap sebagai pemimpin umat Islam karena mereka tidak mampu memerangi musuh dan tidak pula mampu menegakkan syar’ait Islam dan bahkan tidak mampu melindungi orang-orang yang dizalimi dan seterusnya, kendatipun mereka secara formal memegang kendali kekuasaan seperti raja tau presiden. Lalu Ibnu Badran menjelaskan : Mana mungkin orang-orang seperti itu menjadi Khalifah, sedangkan mereka dalam tekanan Taghut (Sistem Jahiliyah) dalam semua aspek kehidupan?
Sedangkan para pemimpin gerakan dakwah yang ada sekarang hanya sebatas pemimpin kelompok-kelompok atau jamaah-jamaah umat Islam, tidak sebagai pemimpin tertinggi umat Islam yang mengharuskan taat fil mansyat wal makrah ( dalam situasi mudah dan situasi sulit), kendati digelari dengan Khalifah. - Sehat penglihatan, pendengaran dan lidahnya dan tidak lemah fisiknya. Orang yang cacat fisik atau lemah fisik tidak sah kepemimpinannya, karena bagaimana mungkin orang seperti itu mampu menjalankan tugas besar untu kemaslahatan agama dan umatnya? Untuk dirinya saja memerlukan bantuan orang lain.
- Pemberani. Orang-orang pengecut tidak sah jadi Khalifah. Bagaimana mungkin orang pengecut itu memiliki rasa tanggung jawab terhadap agama Allah dan urusan Islam dan umat Islam? Ini yang dijelaskan Umar Ibnul Khattab saat beliau berhaji : Dulu aku adalah pengembala onta bagi Khattab (ayahnya) di Dhajnan. Jika aku lambat, aku dipukuli, ia berkata : Anda telah menelantarkan (onta-onta) itu. Jika aku tergesa-gesa, ia pukul aku dan berkata : Anda tidak menjaganya dengan baik. Sekarang aku telah bebas merdeka di pagi dan di sore hari. Tidak ada lagi seorangpun yang aku takuti selain Allah.
- Dari suku Quraisy, yakni dari puak Fihir Bin Malik, Bin Nadhir, Bin Kinanah, Bin Khuzai’ah. Para ulama sepakat, syarat ini hanya berlaku jika memenuhi syarat-sayarat sebelumhya. Jika tidak terpenuhi, maka siapapun di antara umat ini yang memenuhi persayaratan, maka ia adalah yang paling berhak menjadi Khalifah.
3.
Sistem Pemilihan Khalifah
Dalam sejarah umat Islam, khususnya sejak masa Khulafaurrasyidin sepeninggalan sistem Nubuwah di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. sampai jatuhnya Khilafah Utsmaniyah di bawah kepemimpinan Khalifah Abdul Hamid II yang berpusat di Istambul, Turkey tahun 1924, maka terdapat tiga sistem pemilihan Khalifah.
Pertama, dengan sistem Wilayatul ‘Ahd (penunjukan Khalifah sebelumnya), seperti yang terjadi pada Umar Ibnul Khattab yang ditunjuk oleh Abu Bakar.
Kedua, dengan sistem syura, sebagaimana yang terjadi pada Khalifah Utsman dan Ali. Mereka dipilih dan diangkat oleh Majlis Syura. Sedangkan anggota Majlis Syura itu haruslah orang-orang yang shaleh, faqih, wara’ (menjaga diri dari syubhat) dan berbagai sifat mulia lainnya. Oleh sebab itu, pemilihan Khalifah itu tidak dibenarkan dengan cara demokrasi yang memberikan hak suara yang sama antara seorang ulama dan orang jahil, yang shaleh dengan penjahat dan seterusnya. Baik sistem pertama ataupun sistem kedua, persyaratan seorang Khalifah haruslah terpenuhi seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kemudian, setelah sang Khalifah terpilih, maka umat wajib berbai’ah kepadanya.
Ketiga, dengan sistem kudeta (kekuatan) atau warisan, seperti yang terjadi pada sebagian Khalifah di zaman Umawiyah dan Abbasiyah. Sistem ini jelas tidak sah karena bertentangan dengan banyak dalil Syar’i dan praktek Khulafaurrasyidin.
Dalam sejarah umat Islam, khususnya sejak masa Khulafaurrasyidin sepeninggalan sistem Nubuwah di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. sampai jatuhnya Khilafah Utsmaniyah di bawah kepemimpinan Khalifah Abdul Hamid II yang berpusat di Istambul, Turkey tahun 1924, maka terdapat tiga sistem pemilihan Khalifah.
Pertama, dengan sistem Wilayatul ‘Ahd (penunjukan Khalifah sebelumnya), seperti yang terjadi pada Umar Ibnul Khattab yang ditunjuk oleh Abu Bakar.
Kedua, dengan sistem syura, sebagaimana yang terjadi pada Khalifah Utsman dan Ali. Mereka dipilih dan diangkat oleh Majlis Syura. Sedangkan anggota Majlis Syura itu haruslah orang-orang yang shaleh, faqih, wara’ (menjaga diri dari syubhat) dan berbagai sifat mulia lainnya. Oleh sebab itu, pemilihan Khalifah itu tidak dibenarkan dengan cara demokrasi yang memberikan hak suara yang sama antara seorang ulama dan orang jahil, yang shaleh dengan penjahat dan seterusnya. Baik sistem pertama ataupun sistem kedua, persyaratan seorang Khalifah haruslah terpenuhi seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kemudian, setelah sang Khalifah terpilih, maka umat wajib berbai’ah kepadanya.
Ketiga, dengan sistem kudeta (kekuatan) atau warisan, seperti yang terjadi pada sebagian Khalifah di zaman Umawiyah dan Abbasiyah. Sistem ini jelas tidak sah karena bertentangan dengan banyak dalil Syar’i dan praktek Khulafaurrasyidin.
4.
Tugas dan Kewajiban Khalifah
Sesungguhnya tugas dan kewajiban khalifah itu sangat berat. Wilayah kepemimpinannya bukan untuk sekelompok umat Islam tertentu, akan tetapi mecakup seluruh umat Islam sedunia. Cakupan kepemimpinannya bukan hanya pada urusan tertentu, seperti ibadah atau mu’amalah saja, akan tetapi mencakup penegakan semua sistem agama atau syari’ah dan managemen urusan duniawi umat. Tanggung jawabnya bukan hanya terhadap urusan dunia, akan tetpi mencakup urusan akhirat. Tugasnya bukan sebatas menjaga keamanan dalam negeri, akan tetapi juga mencakup hubungan luar negeri yang dapat melindungi umat Islam minoritas yang tinggal di negeri-negeri kafir. Kewajibannya bukan hanya sebatas memakmurkan dan membangun bumi negeri-negeri Islam, akan tetapi juga harus mampu meberikan rahmat bagi negeri-negeri non Muslim (rahmatan lil ‘alamin).
Secara umum, tugas Khalifah itu ialah :
Sesungguhnya tugas dan kewajiban khalifah itu sangat berat. Wilayah kepemimpinannya bukan untuk sekelompok umat Islam tertentu, akan tetapi mecakup seluruh umat Islam sedunia. Cakupan kepemimpinannya bukan hanya pada urusan tertentu, seperti ibadah atau mu’amalah saja, akan tetapi mencakup penegakan semua sistem agama atau syari’ah dan managemen urusan duniawi umat. Tanggung jawabnya bukan hanya terhadap urusan dunia, akan tetpi mencakup urusan akhirat. Tugasnya bukan sebatas menjaga keamanan dalam negeri, akan tetapi juga mencakup hubungan luar negeri yang dapat melindungi umat Islam minoritas yang tinggal di negeri-negeri kafir. Kewajibannya bukan hanya sebatas memakmurkan dan membangun bumi negeri-negeri Islam, akan tetapi juga harus mampu meberikan rahmat bagi negeri-negeri non Muslim (rahmatan lil ‘alamin).
Secara umum, tugas Khalifah itu ialah :
- Tamkin Dinillah (menegakkan agama Allah) yang telah diridhai-Nya dengan menjadikannya sistem hidup dan perundangan-undangan dalam semua aspek kehidupan.
- Menciptakan keamanan bagi umat Islam dalam menjalankan agama Islam dari ancaman orang-orang kafir, baik yang berada dalam negeri Islam maupun yang di luar negeri Islam.
- Menegakkan sistem ibadah dan menjauhi sistem dan perbuatan syirik (QS.Annur : 55).
- Menerapkan undang-undang yang ada dalam Al-Qur’an, termasuk Sunnah Rasul Saw. dengan Haq dan adil, kendati terhadap diri, keluarga dan orang-orang terdekat sekalipun. (QS. Annisa’ : 135, Al-Maidah : 8 & 48, Shad : 22 & 26)
- Berjihad di jalan Allah.
5.
Tanggungjawab Khalifah terhadap Umat
Pertama : Memelihara Keturunan.
Antara langkah-langkah praktiknya:
Antara langkah-langkah praktiknya:
- Mensyariahkan nikah dan mengharamkan penzinaan;
- Tidak memberikan kebebasan dalam tingkah laku, berhubungan bebas, seks bebas dan sebagainya;
- Menetapkan berbagai hukuman terhadap mereka yang berzina.
Dalam sistem kehidupan sekular,
tentunya perkara-perkara tersebut tidak dapat dilakukan kerana melanggar hak
asasi manusia yang merupakan tunjang kepada sistem demokrasi.
Kedua : Memelihara Akal.
Islam telah menetapkan beberapa perkara antaranya;
Islam telah menetapkan beberapa perkara antaranya;
- Mewajibkan seluruh warganegara menuntut ilmu dengan pembiayaan sepenuhnya oleh negara. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w, para sahabat dan para khalifah;
- Mencegah dan melarang dengan tegas segala perkara yang merosakkan akal seperti minuman keras dan dadah;
- Menetapkan hukuman terhadap semua yang terlibat dengan barangan larangan tersebut.
Dalam sistem sekarang, minuman keras dianggap barang
yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi kerana cukai importnya. Maka, ianya
hanya ‘diharamkan’ sekiranya tidak membayar cukai atau diseludup secara haram.
Itu pun, hukumannya langsung tidak meninggalkan kesan terhadap pelakunya.
Ketiga : Memelihara Kehormatan.
Hal ini diatur dengan;
Hal ini diatur dengan;
- Memberikan kebebasan untuk melakukan apa pun yang mubah selagi tidak keluar dari sempadan syariah;
- Melarang orang menuduh zina, jika tiada bukti, hukuman had al-qazaf iaitu disebat 80 kali akan dilaksanakan;
- Wanita dijadikan sebagai “kehormatan” yang mesti dipelihara, dan bukannya sebagai barangan murahan.
Era dunia sekular sekarang tidak menjamin kehormatan
seseorang. Acara-acara hiburan, ekploitasi ke atas wanita, malah aksi-aksi
pornografi (lucah) dibiarkan berleluasa.
Keempat : Memelihara Jiwa (Nyawa) Manusia.
Dengan syariah Islam setiap warga daulah Islam walau apa pun bangsa dan agamanya, akan terpelihara dan dijamin keselamatan jiwanya.
Sebaliknya, tanpa syariah Islam, realiti hari ini menunjukkan bahawa setiap hari media ada melaporkan kes pembunuhan. Keluarga mangsa korban selalunya tak dilayan seadilnya. Berbeza dengan Islam yang menetapkan hukum qisas dan diyat.
Dengan syariah Islam setiap warga daulah Islam walau apa pun bangsa dan agamanya, akan terpelihara dan dijamin keselamatan jiwanya.
Sebaliknya, tanpa syariah Islam, realiti hari ini menunjukkan bahawa setiap hari media ada melaporkan kes pembunuhan. Keluarga mangsa korban selalunya tak dilayan seadilnya. Berbeza dengan Islam yang menetapkan hukum qisas dan diyat.
Kelima : Memelihara Harta.
Dalam Islam, bukan hanya harta peribadi yang dilindungi, tetapi keperluan asas setiap individu juga terjamin. Harta milik umum seperti hasil galian, petroleum dan sebagainya hanya akan dikelolakan oleh negara dan dikembalikan bagi kesejahteraan rakyat.
Sebaliknya, dalam sistem sekular keperluan asas pun tidak dijamin, apatah lagi harta milik umum hanya dirasai segelintir orang kaya termasuklah rakyat asing.
Dalam Islam, bukan hanya harta peribadi yang dilindungi, tetapi keperluan asas setiap individu juga terjamin. Harta milik umum seperti hasil galian, petroleum dan sebagainya hanya akan dikelolakan oleh negara dan dikembalikan bagi kesejahteraan rakyat.
Sebaliknya, dalam sistem sekular keperluan asas pun tidak dijamin, apatah lagi harta milik umum hanya dirasai segelintir orang kaya termasuklah rakyat asing.
Keenam : Memelihara Agama.
Islam mempunyai hukuman bunuh bagi orang yang murtad.
Dalam sistem sekular, agama ini sering diperlecehkan, aqidah umat juga tidak terpelihara untuk disesuaikan dengan prisip kebebasan beragama.
Islam mempunyai hukuman bunuh bagi orang yang murtad.
Dalam sistem sekular, agama ini sering diperlecehkan, aqidah umat juga tidak terpelihara untuk disesuaikan dengan prisip kebebasan beragama.
Ketujuh : Memelihara Keamanan.
Khalifah yang telah dibaiat, sudah tentu tidak akan membiarkan pihak asing menguasai kemanan daulah. Bahkan mereka yang merompak, merusuh dan membuat jenayah akan dibunuh, disalib dan diasingkan dari daulah (salah satu atau ketiga-tiganya). Bandingkan dengan situasi kini, penjenayah bebas keluar masuk penjara tanpa rasa kesal dan rakyat sentiasa rasa tidak aman dan selamat.
Khalifah yang telah dibaiat, sudah tentu tidak akan membiarkan pihak asing menguasai kemanan daulah. Bahkan mereka yang merompak, merusuh dan membuat jenayah akan dibunuh, disalib dan diasingkan dari daulah (salah satu atau ketiga-tiganya). Bandingkan dengan situasi kini, penjenayah bebas keluar masuk penjara tanpa rasa kesal dan rakyat sentiasa rasa tidak aman dan selamat.
Kelapan : Memelihara Negara.
Dalam Islam, keutuhan daulah sentiasa dijaga. Pemberontak negara akan dihukum. Sebarang usaha untuk memecahbelahkan daulah akan dilumpuhkan. Bezanya kini, sistem sekular membiarkan negeri umat Islam berpecah menjadi serpihan kecil dan lemah.
Dalam Islam, keutuhan daulah sentiasa dijaga. Pemberontak negara akan dihukum. Sebarang usaha untuk memecahbelahkan daulah akan dilumpuhkan. Bezanya kini, sistem sekular membiarkan negeri umat Islam berpecah menjadi serpihan kecil dan lemah.
6. Dasar
Hukum
Islam datang dengan membawa seperangkat hukum yang
komprehensif untuk menjawab setiap persoalan yang terjadi pada manusia,
kapanpun dan di manapun. Tentang kesempurnaan syariah Islam ini, ditegaskan
sendiri oleh Zat Yang Maha sempurna. Karena itu, sekecil apapun mustahil ada
kekurangan di sana-sini. Allah SWT berfirman:
"Pada hari ini
telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Kucukupkan untuk kalian
nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam menjadi agama kalian." (QS al-Maidah
[5]: 3).
“Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." QS
al-Baqaroh [2]: 30.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar