Museum Balaputradewa
(By Adrian Fajriansyah 25 April 2012)
Gambar 1. Pintu masuk utama Museum Balaputradewa.
A. Pendahuluan
Baru-baru ini saya baru saja
berkunjung ke Museum Balaputradewa, kebetulan Museum Balaputradewa baru
selesai direnovasi (tanggal 4 April 2012). Ternyata setelah direnovasi
Museum Balaputradewa kini tampak lebih baik, elegan dan modern dengan
fasilitas baru seperti AC di tiap ruang pamer lalu ada monitor yang siap
menjelaskan setiap koleksi yang ada diruang pamer sehingga kita tidak
perlu berlama-lama membacanya serta ruangan yang lebih terang dengan
lampu-lampu baru yang lebih bercahaya, dibandingkan dahulu yang terkesan
tidak terurus, penggap, panas dan mengerikan serta angker karena tiap
ruangan yang gelap.
Gambar 2. Keadaan di dalam ruang masuk Museum Balaputradewa.
Museum Balaputradewa terletak
di Km 6,5 tepatnya di Jl. Srijaya Negara I No. 288, Palembang, Sumatera
Selatan, Indonesia. Lokasi museum ini dibeli oleh Gubernur Sumsel pada
tahun 1976 untuk dijadikan museum. Museum Balaputradewa dibangun pada
tahun 1978 dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 5 November 1984.
Museum ini terletak di areal seluas 23.565 meter persegi. Design
arsitektur bangunan museum terinpirasi dari bangunan tradisional
Palembang. Awalnya museum ini bernama Museum Negeri Provinsi Sumatera
Selatan namun setelah keputusan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 1223/1999 tanggal 4 April 1990 nama museum diganti menjadi Museum
Negeri Sumatera Selatan Balaputradewa.
Museum Balaputradewa memiliki
sekitar 3580 buah koleksi yang terdiri dari barang-barang tradisional
Palembang, binatang awetan dari berbagai daerah di Sumatera Selatan,
beberapa miniature rumah pedalaman, replica prasasti dari arca kuno yang
pernah ditemukan di Bukit Siguntang, batu-batu ukir raksasa dari jaman
Megalitikum, dan masih banyak lagi.
Koleksi di Museum
Balaputradewa dibagi menjadi 10 macam kategori yaitu histografi atau
historika (cerita-cerita), etnografi, feologi, keramik, alat-alat
teknologi modern, seni rupa (berupa ukiran), flora fauna (biologika) dan
geologi serta terdapat rumah limas juga rumah Ulu Ali. Koleksi-koleksi
di Museum Balaputradewa ditempatkan pada 3 buah ruang pameran yang
dikelompokan menjadi ruang pamer zaman prasejarah, kesultanan Palembang
Darussalam dan masa perang kemerdekaan serta tambahan Rumah Limas
(rumah/bangunan khas Palembang).
Mengunjungi Museum
Balaputradewa tidak sulit, kita dapat menggunakan kendaraan umum dengan
trayek Km 12, untuk lebih gampang dan nyaman kita dapat menggunakan
Transmusi dan mintak pada kondekturnya agar berhenti di halte depan
lorong menuju Museum Balaputradewa. Museum Balaputradewa terbuka untuk
umum mulai dari pukul 09.00 WIB sampai 15.00 WIB kecuali hari senin,
hari Minggu dibuka dari pukul 08.00 WIB sampai 14.00 WIB. Hanya dengan
uang Rp 2.000-3.000 per orang maka kita dapat menikmati segala koleksi
yang ada di Museum Balaputradewa. Museum Balaputradewa berada di bawah
pengelolaan Departemen Pendidikan Nasional, Provinsi Sumatera Selatan.
Selain sebagai tempat informasi dan ilmu pengetahuan, museum
Balaputradewa juga dapat menjadi wadah rekreasi yang menarik bagi
keluarga karena kita bersama keluarga dapat mengetahui info-info menarik
dan menyenangkan yang disajikan menarik oleh pihak museum tentang
bagaimana sejarah bangsa khususnya Palembang dan Sumatera Selatan yang
sangat hebat di masa dahulu.
Mengajak anak-anak berkunjung
ke museum artinya anda telah mengenalkan kepada generasi muda tentang
jati diri bangsa mereka dan akan menumbuhkan rasa cinta, patriotisme dan
nasionalisme pada diri setiap putra-putri penerus bangsa. Ayo ke
museum, kunjungi museum di sekitar anda, ajak kakak-adik, ayah-ibu juga
teman-teman anda berkunjung ke museum. Ayo isi dan ramaikan museum
disekitar kita. Jadikan museum sebagai tempat rekreasi wajib kita
karena bangsa yang besar dan hebat dapat dilihat dari minat
masyarakatnya berkunjung ke museum yang ada disekitar mereka. Buktikan
pada dunia bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan rakyatnya sangat
menghargai sejarah bangsanya karena bangsa yang besar adalah bangsa
yang dapat menghargai sejarahnya. AYO KE MUSEUM.
B. Pembahasan
Gambar 3. Relife kehidupan masyarakat Palembang dan Sumatera Selatan.
Balaputradewa sendiri adalah
nama seorang raja dari Kerajaan Sriwijaya. Balaputradewa memerintah
pada abad VIII-IX masehi. Balaputradewa adalah raja yang paling
terkenal dari Kerajaan Sriwijaya karena di masa pemerintahan beliaulah
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya sebagai sebuah Kerajaan
Maritime yang berkuasa hampir diseluruh Nusantara hingga mencapai
Thailand, India, Filipina dan China.
Memasuki pintu depan museum
Balaputradewa kita akan langsung disuguhi dengan gambar atau relief
kehidupan masyarakat Palembang yang dipanjang persis di depan dinding
ruang masuk museum. Relief kehidupan masyarakat Palembang tersebut
menceritakan ada putri Palembang sedang menari Gending Sriwijaya yaitu
tarian khas Palembang yang sering ditampilkan untuk menyambut tamu, tari
Gending Sriwijaya sendiri pertama kali diperkenalkan pada 12 Agustus
1945. Kemudian pada relief ada pula rumah Bari yaitu rumah lama khas
Palembang. Ada pula gambar rumah Limas yaitu rumah adat Palembang
dimana di atasnya ada ornament tanduk kambing. Digambarkan pula pada
relief tersebut orang yang sedang bertenun songket. Lalu ada juga
sungai musi yaitu sarana transportasi utama di Palembang. Di gambarkan
juga Jembatan Ampera yang dibangun oelh bantuan Jepang tahun 1963
selesai 1965, jembatan Ampera sendiri memiliki panjang 1717 meter. Dari
gambar relief tersebut diceritakan pula bahwa dahulu di Palembang
terdapat banyak sekali sungai, diperkirakan di Palembang dahulu terdapat
117 Sungai tapi sekarang hanya tinggal 17 sungai yang masih mengalir,
oleh karena itulah Belanda member julukan pada Palembang sebagai Venesia
dari Timur Jauh. Ternyata dari gambar relief juga menceritakan bahwa
dahulu Palembang adalah tempat menambang emas. Lalu dari gambar relief
membahas karena Palembang banyak terdapat rawa sehingga membuat
rakyatnya membuat rumah panggung agar bisa tinggal di atas rawa. Dan
relief gambar juga membahas dahulu wanita Palembang tidak memakai
selendang melainkan memakai Tudung Saji.
Kebudayaan Palembang mengenal
alat-alat yang digunakan saat melamar yaitu sena, nampar, bakul kecil
dan bakul besar. Keseniaan Palembang memiliki kemiripan dengan Arab.
Sedangkan songket memiliki makna yang berbeda-beda yaitu songket yang
memiliki kekhasan mirip china dinamakan Bunga Cina dan songket yang
memiliki kekhasan mirip arab dinamakan Bunga Pacik. Songet yang asli
biasanya terbuat dari benang Masjanup dan memiliki nilai seni tinggi dan
harganya mahal. Dan pakaian pengantin khas Palembang banyak dibuat di
daerah Tanjung Baru.
C. Mengenal Hasil Cipta Mahakuasa
Gambar 4. Taman di tengah-tengah Museum Balaputradewa.
Di dalam museum Balaputradewa
juga terdapat peninggalan yang berasal dari alam yaitu: 1) gading gaja
yaitu tulang gigi seri bagian atas pada gaja yang memanjang menjadi
taring, ditemukan di Pulau Bangka dimana diperkirakan fosil tersebut
sudah berumur lebih dari 1000 tahun; 2) Kayu sungkai yaitu sisa bahan
organic dari kayu sungkai yang terawetkan secara alami, kayu tersebut
banyak tumbuh di daerah OKU dimana umurnya diperkirakan lebih tua dari
masa Holosen. Lalu ada pulau pengetahuan tentang batu atau bahan-bahan
kimia seperti: 1) Cassiterte (SnO2) yaitu batu timah; 2) Hematite
(Fe2O3) yaitu mineral pada besi merah; 3) Monazite (Xenotime) yaitu
bahan tambang; dan 4) Lumite (Ce, Le, T, Th).
Terdapat pula tumbuh-tumbuhan
yang banyak tumbuh di Sumsel yaitu: 1) Nanas (Ananascomosus) yaitu
tumbuhan yang berasal dari Amerika Selatan; 2) Tembesu (Fagrae spp.)
yaitu pohon yang tumbuh liar dan banyak hidup di Sumatera dan Malaysia;
3) Kopi (coffea) dimana yang banyak tumbuh di Sumsel adalah kopi arabika
dan robusta; 4) Lada (Pipesnigrum) yaitu termasuk dalam suku puperaceae
dimana biji lada memiliki kandungan alkaloid paperin dari piperidin
yang berguna bagi pembuatan heliotropin.
D. Mengenal Prasasti dari Masa Sriwijaya
Gambar 5. Penunjuk arah di Museum Balaputradewa.
Terdapat 5 buah relpika
prasasti yang pernah ditemukan di wilayah Sumsel yang berasal dari masa
Kerajaan Sriwijaya yaitu: 1) Prasasti Kedukan Bukit (1920); 2) Prasasti
Talang Tuo; 3) Prasasti Kota Kapur; 4) Prasasti Telaga Batu; 5) Prasasti
Boombaru.
Prasasti dari kerajaan
Sriwijaya ada yang mencerikan raja yang membawa pasukan dan mendirikan
kerajaan Sriwijaya. Ada pula yang menceritakan pelayan dari yang
tertinggi sampai terendah harus berbakti pada raja (Telaga Batu). Nama
prasasti dari kerajaan Sriwijaya biasanya memakan huruf palawa dan
bahasa Melayu Kuno.
E. Kisah dari Tiap Ruang Pameran
Gambar 6. Ruang Pamer Kehidupan Pra Sejarah.
Ruang pamer 1 secara
keseluruhan menceritakan tentang masa kehidupan di jaman pra sejarah
(kehidupan manusia purba). Di ruang pamer 1 telihat berbagai lukisan
dan berbagai situs peninggalan hewan-hewan purba yang disebut Vitron.
Kemudian ada pula yang menceritakan manusia purba pertama di pulau Jawa
yaitu Pithecanthropus erectus yaitu manusia purba yang berjalan
tegak ditemukan oleh Eugene Dubois. Terdapat pula beraneka ragam
binatang yang terdapat di daerah Sumsel yang telah diawetkan dengan cara
membuang isi dalam tubuhnya kemudian diisi dengan kapas seperti: buaya,
beruang; macan; beruk; semuni; biawak; kuskus; tringgiling dan masih
banyak lagi. Terdapat pula kerangka masuia purba yang ditemukan di gua
harimau (OKU). Ada pula miniature gua putrid yang merupakan situs
tempat ditemukannya kerangka manusia pra sejarah. Selain gua putrid
ternyata gua harimau adalah situs tempat ditemukannya masuia purba
dengan jumlah yang terbanyak dan terlengkap se Indonesia bahkan Asia
Tenggara, di Gua Harimau pula ditemukan luksian yang diperkirakan dari
masa pra sejarah (purba) dimana dengan ditemukannya lukisan gua jaman
pra sejarah di Gua Harimau menjadikan tempat tesebut sebagai gua kedua
atau yang pertama di Sumatera tempat ditemukannya lukisan gua dari jaman
purba setelah dua di daerah Sulawesi.
Gambar 7. Miniatur Gua Putri (OKU) tempat ditemukannya kerangka manusia purba di Sumsel.
Selain itu di ruang pamer 1
juga dipamerkan batu-batu raksasa dari jaman Megalitikum, batu-batu
megalit tersebut kebanyakan ditemukan di daerah daataran tinggi Basemah
(Pasemah) yaitu Bengkulu, Muaraenim, Lahat dan Pagaralam. Batu-batu
megalitikum tersebut membuktikan bahwa dahulu teknologi masa
lalu/peradaban nenek moyang kita sudah sangat maju dan berkembang tidak
kalah dengan bangsa lain sehingga kita sebagai generasi penerusnya harus
bangga dengan apa yang telah nenek moyang kita tinggalkan untuk kita
maka dari itu kita harus senantiasa merawat dan menghargainya.
Gambar 8. Fasilitas baru di Museum Balaputradewa.
Gambar 9. Kerangka manusia purba yang ditemukan di Gua Pondok Salabe (OKU).
Gambar 10. Wajah baru dari Museum Balaputradewa.
Gambar 11. Salah satu arca megalitikum
dari masa pra sejarah yang ditemukan di dataran tinggi Basemah. Arca
megalith ini menampilkan bentuk seorang laki-laki perkasa. Bentuk mata
bulat dan besar, tulang hidung besar dan lebar, demikian pula mulut dan
kedua bibir. Tulang rahang dan tulang dagu sangat menonjol. Telingan dan
leher juga digambarkan besar. Sama halnya dengan arca-arca primitive
dari daerah Pasemah yang lain, yang menggambarkan serba besar pada
bagian-bagian tubuh tertentu. Arca megalith ini berasal dari abad
pertama masehi.
Gambar 12. Arca Buddha ditemukan di Desa
Tingkip, Musi Rawas, Sumsel. Berdiri di atas asana berbentuk
Padmasamaganda mengenakan jubah tipis polos, serta memperlihatkan sikap
tangan Witarkamudra yang melambangkan sang Buddha sedang mengajar.
Berdasarkan kehalusan seni dan gaya pahatan yang ditampilkan arca ini
mengikuti gaya seni Dwarawati tetapi produksi lokal jaman Sriwijaya.
Gambar 13. Batu Gajah ditemukan di
Desa Kotaraya, Pagaralam pada tahun 1930an. Oleh Van den Hoop arkeolog
asal Belanda pada tahun 1930an Batu Gajah ini dibawah dari Pagaralam ke
Palembang. Arca Batu Gajah tidak hanya bernilai Profan, namun lebih
cenderung kepada hal-hal yang bernilai sakral, keberadaan arca ini
menjadi bukti akan tingginya tingkat teknologi seni pahat yang dicapai
masyarakat pada masa Megalitikum. Selain itu Batu Gajah adalah salah
satu benda yang dianggap sebagai korban/bukti dari kutukan “Si Pahit
Lidah”, Legenda Si Pahit Lidah menceritakan seseorang yang dapat
mengutuk orang lain menjadi batu.
Di bagian lain luar ruang
pamer menampilkan jenis arca yang diperoleh dari daerah Pagaralam
sebanyak 8 buah yang berasal dari jaman pra sejarah sekitar 2000 tahun
yang lalu. Terdapat sebuah arca berbentuk patung kepala Budha yang
berasal dari daerah Pagaralam, terdapat juga arca berbentuk lembuh yang
dikeraskan dimana hewan ini dianggap sebagai kendaraan Dewa Shiwa,
kemudian terdapat sebuah patung berupa wadah panjang yang digunakan
untuk meletakkan tulang manusia ataupun tulang-tulang penduduk setempat
yang telah mati dimana menurut sumber cara tersebut dilakukan oleh para
penganut Animisme pada masa dahulu kalah, selanjutnya terdapat patung
gajah yang dinamakan Ganesha berupa gajah menutup kedua telinganya
dimana patung ini memiliki bobot 5 ton yang di dapatkan di daerah
Pagaralam dan terakhir terdapat sebuah patung anak muda yang sedang
menaiki seekor binatang. Adapun secara keseluruhan arca-arca Agama
Budha yang terdapat di Museum Balaputradewa adalah:
- Prasasti Arca Nanda
- Arca Makara
- Arca Perwujudan 1
- Arca Perwujudan 2
- Arca Perwujudan 3
- Arca Siwamahaguru
- Fragmen prasasti batu-batu Bumi Ayu
Gambar 14. Animasi Sultan Palembang yang
menyambut tamu berkunjung ke ruang pamer sejarah Kerajaan Sriwijaya dan
Kesultanan Palembang Darussalam.
Di ruang pamer ke 2
menyajikan peninggalan arca-arca dari masa kerajaan Sriwijaya hingga
peninggalan dari kerajaan Palembang Darussalam. Dari masa kerajaan
Sriwijaya terdapat replica prasasti Kedukan Bukit ditemukan pada 29
Desember 1920 yang mengisahkan tentang seorang raja yang membawa pasukan
sebanyak 2 laksa atau sekitar 2000 orang. Terdapat juga replica
prasasti Telaga Batu ditemukan pada tahun 1935 yang di atasnya terdapat 7
buah kepala ular kobra. Kemudian ada pula replica prasasti Talang Tuo
ditemukan pada 17 Desember 1920 yang mengisahkan bahwa sang raja
membangun sebuah taman yang bernama Sedi Kosetr. Masih banyak lagi
prasasti-prasasti yang ditemukan di Pulau Bangka pada tahun 1920an. Di
museum ini juga terdapat prasasti Boom Baru ditemukan 1950 yang
bertuliskan huruf palawa bahasa Sangsekerta. Sangat menarik melihat
prasasti-prasasti tersebut karena prasasti itu adalah salah satu bukti
nyata bahwa dahulu memang pernah ada Kerahaan Sriwijaya yang tersohor
itu dan lewat prasasti ini kita dapat mengetahui sepenggal kisah yang
disampaikan dari masa kerjayaan Sriwiaya dahulu.
Di sudut lain dari ruang
pamer 2 terdapat berbagai arca peninggalan dari jaman Agama Hindu yang
ditemukan di Bumi Ayu seperti arca Awalokiteswara, lalu terdapat sebuah
wadah guci yang mengisahkan bahwa manusia terdiri dari 4 unsur yaitu
api, air, udara dan tanah dimana pada masa lalu tubuh manusia yang sudah
meninggal dibakar dan abunya dimasukan ke dalam guci tersebut yang
diberi nama Bua Bua. Di sisi lain terdapat lukisan suasana Palembang
pada masa Kerajaan Sriwijaya saat berjaya di abad ke 7 Masehi sampai
pertengahan abad 14 Masehi. Di saat masa kehancuran Sriwijaya, kota
Palembang menjadi tempat atau kota tak bertuan maka datanglah 4 orang
perompak dari Cina yang dipimpin oleh Lio Tauming namun saat itu
walaupun dengan kekuatan seadanya tetap dapat digempur oleh Pangeran
Ario Damar untuk mempertahankan kota Palembang dan akhirnya berhasil.
Ario Damar adalah seorang pangeran yang berasal dari Majahpahit.
Pangeran Ario Damar terkenal dengan nama Raden Patah. Raden Patah
ketika mengetahui ayahnya menjadi seorang raja di Majahpahit membuat ia
berniat kembali ke Majahpahit untuk memberitahukan kepada ayahnya
tentang keadaan di Sriwijaya namun menjadi sia-sia karena ayahnya telah
meninggal dunia terlebih dahulu kemudian Raden Patah bertemu dengan Wali
Songo. Pada masa pendudukan Belanda di Palembang, daerah yang dahulu
dipertahankan oleh Raden Patah dari serangan perompak Cina dibumi
hanguskan oleh Belanda, daerah tersebut dahulu di masa Kesultanan
Palembang Darussalam dikenal dengan nama Kuto Gawang dan sekarang
menjadi Pabrik Pupuk Sriwijaya. Adapun peninggalan masa Kerajaan
Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam di Palembang adalah:
- Manik-manik
- Umpak batu
- Arca tablet tanah liat
- Kapak arca Awaloketiswara
- Fregmen acra perunggu
- Kaki arca
- Dan lukisan abad 17 yang mengisahkan perang antara Kesultanan Palembang Darussalam melawan Tentara Kolonial Belanda di depan Keraton Kuto Gawang (sekarang Pabrik Pupuk Sriwijaya)
Gambar 15. Arca Awalokiteswara. Arca ini
aslinya terbuat dari batuan andesit, ditemukan di daerah Musi Ulu
Palembang. Arca digambarkan dalam posisi berdiri di atas asana tetapi
sudah hilang dan jari-jari kaki lurus ke depan. Mempunyai empat buah
tangan, tiga di antaranya telah patah, yang tersisa hanya tangan kiri
belakang membawa sesuatu yang tidak jelas. Menggunakan jubah, rambut
ikal keriting, mata setengah tertutup, hidung mancung, mulut seolah
tersenyum dan lubang telinga pangan. Perhiasan berupa upawita lebar yang
berbentuk pita di atas bahunya. Ikat perut berbentuk gasper juga
berbentuk pita. Mahkota yang dikenakan diikat di kepala bagian belakang
dan pada mahkota tersebut terdapat arca Amithaba dalam posisi duduk di
atas padmasana. Pada bagian punggung arca ini terdapat prasasti pendek
dengan bahasa Sansekerta dan huruf jawa kuno, berbunyi: “accarya,, dan
seterusnya”. Arca ini diperkirakan berasal dari abad 9 Masehi.
Gambar 16. Diorama ini menggambarkan
Keraton Kuto Gawang berdasarkan hasil lukisan sketsa Joan van der Laen
yang dibuat tahun 1659. Keratin dilukiskan menghadap ke arah Sungai Musi
(ke selatan) dengan pintu masuk melalui Sungai Rengas. Disebelah
timurnya berbatasan dengan Sungai Taligawe dan disebelah baratnya
berbatasan dengan Sungai Buah. Dalam gambar sketsa tampak Sungai
Taligawe, Sungai Rengas dan Sungai Buah tampak terus ke utara dan satu
sama lain tidak bersambung. Sebagai batas kota sisi utara adalah kayu
besi dan kayu unglen. Ditengah benteng tampak berdiri megah bangunan
keraton yang letaknya di sebelah barat Sungai Rengas. Keraton Kuto
Gawang ini didirikan oelh Ki Gede ing Suro pada awal abad ke 17 Masehi.
Sekarang lokasi eks Keraton Kuto Gawang telah berdiri Pabrik Pupuk
Sriwijaya.
Gambar 17. Benda-benda budaya khas Palembang.
Gambar 18. Benda-benda kerajinan khas Palembang.
Gambar 19. Tampak foto seseorang dan alat pemintal benang.
Gambar 20. Songket khas Palembang.
Peninggalan kebudayaan dari
masa kesultanan Palembang Darussalam, disalah satu sisi diruang pamer 2
memajang lukisan seseorang bernama Sultan Mahmud Badaruddin atau Joyo
Wikromo atau Sultan Mahmud Badaruddin I pendiri daerah di pinggir Sungai
Musi yang sekarang dikenal dengan nama Benteng Kuto Besak dan terlihat
pula gambar Masjid Agung Palembang yang dibangun kurang lebih selama 10
tahun dari tahun 1738 sampai 1746.
Gambar 21. Benda-benda sisi peninggalan masa kolonial Belanda di ruang pamer masa kemerdekaan.
Gambar 22. Kitab-kitab jadul peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam.
Ruang pamer 3 menampilkan
kumpulan koleksi-koleksi peninggalan pada masa perang mempertahankan
kemerdekaan. Di ruang pamer masa kemerdekaan banyak terdapat
benda-benda dari masa kolonial Belanda saat menjajah di wilayah
Palembang dan Sumatera Selatan. Di anatarnya ada uang atau koin mata
uang dari jaman Belanda, Jepang hingga awal kemerdekaan Indonesia.
Kemudian ada benda-benda kuno seperti radio, piringan hitam, pedang,
pistol, pakaian, topi, meriam dan masih banyak lagi.
Gambar 23. Rumah Limas khas Palembang.
Kemudian di bagian paling
belakang dari Museum Balaputradewa kita dapat singgah ke Rumah Limas.
Rumah Limas di Museum Balaputradewa adalah rumah yang dahulu dimiliki
oleh orang arab bernama Sarip Abdurahman Al Habsi (Arif) yang diangkat
oleh Belanda menjadi seorang Kapitan. Rumah Limas tersebut dibangun
pada tahun 1836 Masehi lalu kemudian dijual kepada Pangeran Betung.
Rumah Limas tersebut masih sangat lengkap dengan berbagai macam
perabotan yang khas Palembang seperti kursi, lemari, lampu-lampu
gantung, dan lainnya. Rumah Limas tersebut terdiri dari 4 buah lantai
atau biasa disebut berkilat. Rumah Limas tersebut sudah 3 kali
berpindah. Langit-langit Rumah Limas dihiasi dengan lampu-lampu stolop
dengan menggunakan lilin dan air sehingga terlihat efek pelangi.
Terdapat tanduk rusa sebagai gantungan pakaian, lemari gerobok leket,
pintu yang tidak menggunakan engsel dan umumnya Rumah Limas menghadap
kea rah Sungai.
Selain Rumah Limas terdapat
pula Rumah Bergajah yaitu tempat orang-orang terhormat. Lalu terdapat
Rumah Hulu/Rumah Anti Gempa yaitu rumah yang tiangnya tidak ditanam
namun hanya menggunakan batu yang dijadikan sebagai penyanggah dan
lantainya menggunakan bambu. Rumah ini memiliki bobot yang ringan,
dinding yang bisa dibuka dan tidak memiliki jendela. Rumah ini sendiri
ditemukan di daerah Asam Kelat.
Terdapat pula Gedung 3
Manusia dan Lingkungannya. Pada gedung tersebut terdapat berbagai jenis
alat transportasi seperti Liu-liu, gerobak, rakit dan perahu serta ada
Jali yaitu kelombu yang berbentu burung-burungan dimana biasanya
joli-joli ini diberikan untuk pengantin wanita sebagai lamaran juga
ditambah dengan sena/nampa dan songket. Di sini juga terlihat keranda
berwarna hijau, ada juga patung seorang ibu tua yang sedang menganyam
songket dan songket tersebut hanya boleh dipakai oelh seorang wanita
yang sudah mempunyai suami. Hasil dari tenunan patung ibu tua itu
terpajang disebelah patung tersebut diantaranya adalah songket bunga
pacar, songket naga, songket beraung dan berbagai aksesoris pengantin
khas Sumsel seperti kalung dan gelang dari Tanjung Batu, Batik Pale,
Batik Supri dan lainnya. Kemudian yang terakhir di dalam Rumah Limas
juga terdapat 7 keranda orang meninggal (tudung) berwarna hitam.
Gambar 24. Galeri atau Ruang Pamer Kebudayaan Malaka.
Tambahan, di Museum
Balaputradewa sekarang terdapat ruang khusus pertukaran budaya antara
Kesultanan Malaka (Malaysia) dan Palembang (Indonesia). Ruang pamer
(Galeri) kebudayaan Malaka ini baru dibuka sekitar tahun 2011 saat
Sultan Malaka berkunjung ke Palembang. Ruang pamer kebudayaan Malaka
didedikasikan kepada masyarakat Palembang karena adanya keterikatan
batin dan budaya antara masyarakat Malaka dan Palembang. Sultan
Iskandar Syah yang lebih dikenal dengan nama Parameswara di Palembang
merupakan sultan pertama dan pendiri kerajaan Malaka, Sultan Iskandar
Syah atau Parameswara adalah orang Palembang asli yang merupakan raja
terakhir dari Kerajaan Sriwijaya, saat Sriwijaya hancur pada abad ke 14
Masehi dan akan diduduki oleh kerajaan Majahpahit beliau (Parameswara)
melarikan diri ke Semenanjung Malaka (Malaya), kemudian di Malaka
Parameswara menikah dengan penduduk setempat lalu masuk Islam dan
berganti nama menjadi Iskandar Syah, Iskandar Syah lalu mendirikan
sebuah kerajaan di tanah barunya tersebut dengan nama Kesutanan Malaka.
Itulah sedikit kisah dari berdirinya Kerajaan Malaka di Semenanjung
Malaya, oleh alasan itulah mengapa Sultan Malaka berkunjung ke Palembang
lalu kemudian membuka Galeri Kebudayaan Malaka di Museum Balaputradewa
agar para generasi muda di Palembang dan di Malaka sadar dan mengetahui
bahwa antar kedua tempat tersebut memiliki ikatan batin dan budaya yang
sangat erat dari diri leluhur mereka yaitu sang raja terakhir Sriwijaya
dan raja pertama di Malaka “Sang Mulia Baginda Sultan Iskandar Syah atau
Sri Baginda Parameswara”
F. Penutup
Gambar 25. Rumah Limas khas Palembang jadikan gambar di mata uang 10 ribu rupiah.
Secara
keseluruhan koleksi Museum Balaputradewa terdiri dari prasasti
peninggalan kerajaan Sriwijaya, benda-benda peninggalan Kerajaan
Sriwijaya, benda-benda peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam,
sejarah perang kemerdekaan di Sumatera Selatan dan benda-benda
kebudayaam dari Sumatera Selatan. Dari koleksi-koleksi yang ada di
Museum Balaputradewa memperlihatkan bahwa Kerajaan Sriwijaya pernah
menjadi pusat Agama Budha yang terkemuka di dunia pada masa jayanya.
Begitu banyak arca yang menggambarkan Budha yang ditemukan di provinsi
Sumatera Selatan yang kemudian menjadi bagian koleksi Museum
Balaputradewa. Di bagian belakang museum terdapat bangunan khas
Palembang yaitu Rumah Limas. Di bagian samping ruang pamer terdapat
patung-patung yang mengambarkan budha dari berbagai situs dan diduga
merupakan situs Kerajaan Sriwijaya. Salah satu patung atau arca yang
paling terkenal dan sangat menarik perhatian pengunjung adalah patung
orang menaiki gajah yang merupakan peninggalan era megalitikum di
Sumatera Selatan tepatnya dari dataran tinggi Basemah/Pasemah
(Pagaralam, Lahat, Oku, Bengkulu/curup). Masyarakat setempat menganggap
bahwa patung orang menunggang gajah tersebut adalah salah satu kutukan
yang benar-benar terjadi dari kisah legenda masyarakat setempat yaitu
Legenda Si Pahit Lidah. Legenda Si Pahit Lidah mengisahkan bahwa siapa
saja yang dikutuk olehnya akan menjadi batu.
Gambar 26. Beberapa arca megalitikum yang pernah di temukan di Sumsel, dipajang di pintu masuk Museum Balaputradewa.
Akan tetapi, walaupun museum
Balaputradewa adalah berstatus museum negeri atau museum Provinsi sangat
jarang atau sedikit sekali jumlah kunjungan ke museum tersebut, padahal
koleksi dan fasilitas yang ada di museum tersebut cukup baik, apakah
ini karena kurangnya minat masyarakat untuk mengenal sejarah kebudayaan
nenek moyangnya atau karena kurangnya promosi dari pihak museum?? Kita
tidak tahu apa yang terjadi. Namun sudahlah, mulai dari hari ini
marilah kita bersama-sama mengisi dan meramaikan museum yang ada
disekitar kita karena banyak sekali manfaat yang didapatkan dari
mengunjungi museum yaitu ilmu pengetahuan dan juga saranan rekreasi dari
penatnya kehidupan di kota yang sangat semerawut. Ayo kita kujungi
museum kita.!! Dan untuk pihak museum teruslah berbenah, teruslah untuk
menjadi lebih baik agar masyarakat semakin dan lebih tertarik untuk
berkunjung ke museum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar