Kata Pengantar
Segala puji
bagi Allah SWT, kami dapat menyusun laporan hasil study lapagan yang telah
dilaksanakan pada hari Sabtu minggu kemarin. Tidak kami pungkiri bahwa segala kekurangan
berada didalam laporan kami, maka dari itu kami terus mengharapkan
masukan-masukan untuk hasil laporan kami ini.
Di dalam
laporan ini, kami rangkum semua hasil penelitian kami di Museum Balaputra Dewa.
Kami harapkan dengan adanya laporan ini, dapat menjadi acuan dan sumber
informasi untuk semua orang.Kritik dan saran dapat membantu penyempurnaan
penyusunan laporanselanjutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat berguna bagi
sekolah dan duniapendidikan pada umumnya.
Pangkalan Balai 4 Mei 2013
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya Wisata
adalah kegiatan wisata yang dilakukan dengan tujuan untuk menambah dan menumpuk
pengetahuan siswa. Setelah karya wisata, siswa diwajibkan untuk membuat karya
tulis. Karya tulis adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dilaksanakan.
Laporan
karya tulis ini merupakan tugas bagi semua angkatan kelas XI MAN Pangkalan
Balai. Dalam penyusunan karya tulis ini, siswa diharapkan dapat melaporkan
segala pengetahuan dan pengalamannya yang diperoleh selama menjalankan Study
Lapangan .
Dalam
laporan karya tulis ini membahas tentang beberapa Situs Peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
B. Tujuan
Tujuan yang hendak kami
capai dalam penulisan karya tulis ini adalah:
1. Untuk menambah pengetahuan siswa.
2. Untuk menambah pengalaman.
3. Untuk mengembangkan potensi, etika, estetika, dan
pratika.
4. Untuk memupuk rasa cinta terhadap tanah air dan
bangsa.
5. Dapat mengetahui objek peninggalan bersejarah di
Museum Balaputra Dewa dan Sultan Mahmud Badarudin II.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MUSEUM BALA
PUTRA DEWA
Gambar 1.
Relife kehidupan masyarakat Palembang dan Sumatera Selatan.
Balaputradewa sendiri adalah nama seorang raja dari Kerajaan Sriwijaya.
Balaputradewa memerintah pada abad VIII-IX masehi. Balaputradewa adalah
raja yang paling terkenal dari Kerajaan Sriwijaya karena di masa pemerintahan
beliaulah Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya sebagai sebuah
Kerajaan Maritime yang berkuasa hampir diseluruh Nusantara hingga mencapai
Thailand, India, Filipina dan China.
Memasuki pintu depan museum Balaputradewa kita akan langsung disuguhi dengan
gambar atau relief kehidupan masyarakat Palembang yang dipanjang persis di
depan dinding ruang masuk museum. Relief kehidupan masyarakat Palembang
tersebut menceritakan ada putri Palembang sedang menari Gending Sriwijaya yaitu
tarian khas Palembang yang sering ditampilkan untuk menyambut tamu, tari
Gending Sriwijaya sendiri pertama kali diperkenalkan pada 12 Agustus
1945. Kemudian pada relief ada pula rumah Bari yaitu rumah lama khas
Palembang. Ada pula gambar rumah Limas yaitu rumah adat Palembang dimana
di atasnya ada ornament tanduk kambing. Digambarkan pula pada relief
tersebut orang yang sedang bertenun songket. Lalu ada juga sungai musi
yaitu sarana transportasi utama di Palembang. Di gambarkan juga Jembatan
Ampera yang dibangun oelh bantuan Jepang tahun 1963 selesai 1965, jembatan
Ampera sendiri memiliki panjang 1717 meter. Dari gambar relief tersebut
diceritakan pula bahwa dahulu di Palembang terdapat banyak sekali sungai,
diperkirakan di Palembang dahulu terdapat 117 Sungai tapi sekarang hanya
tinggal 17 sungai yang masih mengalir, oleh karena itulah Belanda member
julukan pada Palembang sebagai Venesia dari Timur Jauh. Ternyata dari
gambar relief juga menceritakan bahwa dahulu Palembang adalah tempat menambang
emas. Lalu dari gambar relief membahas karena Palembang banyak terdapat
rawa sehingga membuat rakyatnya membuat rumah panggung agar bisa tinggal di
atas rawa. Dan relief gambar juga membahas dahulu wanita Palembang tidak
memakai selendang melainkan memakai Tudung Saji.
Kebudayaan Palembang mengenal alat-alat yang digunakan saat melamar yaitu sena,
nampar, bakul kecil dan bakul besar. Keseniaan Palembang memiliki
kemiripan dengan Arab. Sedangkan songket memiliki makna yang berbeda-beda
yaitu songket yang memiliki kekhasan mirip china dinamakan Bunga Cina dan
songket yang memiliki kekhasan mirip arab dinamakan Bunga Pacik. Songet
yang asli biasanya terbuat dari benang Masjanup dan memiliki nilai seni tinggi
dan harganya mahal. Dan pakaian pengantin khas Palembang banyak dibuat di
daerah Tanjung Baru.
1.
Mengenal Hasil Cipta Mahakuasa
Gambar 2.
Taman di tengah-tengah Museum Balaputradewa.
Di dalam museum Balaputradewa juga terdapat peninggalan yang berasal dari alam
yaitu:
a) gading gaja yaitu tulang gigi seri bagian atas pada
gaja yang memanjang menjadi taring, ditemukan di Pulau Bangka dimana
diperkirakan fosil tersebut sudah berumur lebih dari 1000 tahun
b) Kayu sungkai yaitu sisa bahan organic dari kayu
sungkai yang terawetkan secara alami, kayu tersebut banyak tumbuh di daerah OKU
dimana umurnya diperkirakan lebih tua dari masa Holosen. Lalu ada pulau
pengetahuan tentang batu atau bahan-bahan kimia seperti: 1) Cassiterte (SnO2)
yaitu batu timah; 2) Hematite (Fe2O3) yaitu mineral pada besi merah; 3)
Monazite (Xenotime) yaitu bahan tambang; dan 4) Lumite (Ce, Le, T, Th).
Terdapat pula tumbuh-tumbuhan yang banyak tumbuh di Sumsel yaitu: 1) Nanas
(Ananascomosus) yaitu tumbuhan yang berasal dari Amerika Selatan; 2) Tembesu
(Fagrae spp.) yaitu pohon yang tumbuh liar dan banyak hidup di Sumatera dan
Malaysia; 3) Kopi (coffea) dimana yang banyak tumbuh di Sumsel adalah kopi
arabika dan robusta; 4) Lada (Pipesnigrum) yaitu termasuk dalam suku puperaceae
dimana biji lada memiliki kandungan alkaloid paperin dari piperidin yang
berguna bagi pembuatan heliotropin.
2.
Kisah dari Tiap Ruang Pameran
Gambar 3. Ruang Pamer Kehidupan
Pra Sejarah.
Ruang pamer 1 secara keseluruhan menceritakan tentang masa kehidupan di jaman
pra sejarah (kehidupan manusia purba).
Di ruang
pamer 1 telihat berbagai lukisan dan berbagai situs peninggalan hewan-hewan
purba yang disebut Vitron. Kemudian ada pula yang menceritakan manusia
purba pertama di pulau Jawa yaitu Pithecanthropus erectus yaitu
manusia purba yang berjalan tegak ditemukan oleh Eugene Dubois. Terdapat
pula beraneka ragam binatang yang terdapat di daerah Sumsel yang telah
diawetkan dengan cara membuang isi dalam tubuhnya kemudian diisi dengan kapas
seperti: buaya, beruang; macan; beruk; semuni; biawak; kuskus; tringgiling dan
masih banyak lagi. Terdapat pula kerangka masuia purba yang ditemukan di
gua harimau (OKU). Ada pula miniature gua putrid yang merupakan situs
tempat ditemukannya kerangka manusia pra sejarah. Selain gua putrid
ternyata gua harimau adalah situs tempat ditemukannya masuia purba dengan
jumlah yang terbanyak dan terlengkap se Indonesia bahkan Asia Tenggara, di Gua
Harimau pula ditemukan luksian yang diperkirakan dari masa pra sejarah (purba)
dimana dengan ditemukannya lukisan gua jaman pra sejarah di Gua Harimau
menjadikan tempat tesebut sebagai gua kedua atau yang pertama di Sumatera
tempat ditemukannya lukisan gua dari jaman purba setelah dua di daerah
Sulawesi.
Gambar 4.
Miniatur Gua Putri (OKU) tempat ditemukannya kerangka manusia purba di Sumsel.
Selain itu di ruang pamer 1 juga dipamerkan batu-batu raksasa dari jaman
Megalitikum, batu-batu megalit tersebut kebanyakan ditemukan di daerah daataran
tinggi Basemah (Pasemah) yaitu Bengkulu, Muaraenim, Lahat dan Pagaralam.
Batu-batu megalitikum tersebut membuktikan bahwa dahulu teknologi masa lalu/peradaban
nenek moyang kita sudah sangat maju dan berkembang tidak kalah dengan bangsa
lain sehingga kita sebagai generasi penerusnya harus bangga dengan apa yang
telah nenek moyang kita tinggalkan untuk kita maka dari itu kita harus
senantiasa merawat dan menghargainya.
Gambar 5.
Fasilitas baru di Museum Balaputradewa.
Gambar 6.
Kerangka manusia purba yang ditemukan di Gua Pondok Salabe (OKU).
Gambar 7.
Wajah baru dari Museum Balaputradewa.
Gambar 8. Salah satu arca
megalitikum dari masa pra sejarah yang ditemukan di dataran tinggi
Basemah.
Arca megalith ini menampilkan bentuk seorang
laki-laki perkasa.
Bentuk mata bulat dan besar, tulang hidung
besar dan lebar, demikian pula mulut dan kedua bibir. Tulang rahang dan tulang
dagu sangat menonjol. Telingan dan leher juga digambarkan besar. Sama halnya
dengan arca-arca primitive dari daerah Pasemah yang lain, yang menggambarkan
serba besar pada bagian-bagian tubuh tertentu. Arca megalith ini berasal dari
abad pertama masehi.
Gambar 9. Arca Buddha
ditemukan di Desa Tingkip, Musi Rawas, Sumsel.
Berdiri di atas asana berbentuk Padmasamaganda
mengenakan jubah tipis polos, serta memperlihatkan sikap tangan Witarkamudra
yang melambangkan sang Buddha sedang mengajar. Berdasarkan kehalusan seni dan
gaya pahatan yang ditampilkan arca ini mengikuti gaya seni Dwarawati tetapi
produksi lokal jaman Sriwijaya.
Gambar 10. Batu Gajah
ditemukan di Desa Kotaraya, Pagaralam pada tahun 1930an. Oleh Van den Hoop
arkeolog asal Belanda pada tahun 1930an Batu Gajah ini dibawah dari Pagaralam
ke Palembang.
Arca Batu
Gajah tidak hanya bernilai Profan, namun lebih cenderung kepada hal-hal yang
bernilai sakral, keberadaan arca ini menjadi bukti akan tingginya tingkat
teknologi seni pahat yang dicapai masyarakat pada masa Megalitikum. Selain itu
Batu Gajah adalah salah satu benda yang dianggap sebagai korban/bukti dari
kutukan “Si Pahit Lidah”, Legenda Si Pahit Lidah menceritakan seseorang yang
dapat mengutuk orang lain menjadi batu.
Di bagian lain luar ruang pamer menampilkan jenis arca yang diperoleh dari
daerah Pagaralam sebanyak 8 buah yang berasal dari jaman pra sejarah sekitar
2000 tahun yang lalu. Terdapat sebuah arca berbentuk patung kepala Budha
yang berasal dari daerah Pagaralam, terdapat juga arca berbentuk lembuh yang
dikeraskan dimana hewan ini dianggap sebagai kendaraan Dewa Shiwa, kemudian
terdapat sebuah patung berupa wadah panjang yang digunakan untuk meletakkan
tulang manusia ataupun tulang-tulang penduduk setempat yang telah mati dimana
menurut sumber cara tersebut dilakukan oleh para penganut Animisme pada masa
dahulu kalah, selanjutnya terdapat patung gajah yang dinamakan Ganesha berupa
gajah menutup kedua telinganya dimana patung ini memiliki bobot 5 ton yang di
dapatkan di daerah Pagaralam dan terakhir terdapat sebuah patung anak muda yang
sedang menaiki seekor binatang. Adapun secara keseluruhan arca-arca Agama
Budha yang terdapat di Museum Balaputradewa adalah:
- Prasasti Arca Nanda
- Arca Makara
- Arca Perwujudan 1
- Arca Perwujudan 2
- Arca Perwujudan 3
- Arca Siwamahaguru
- Fragmen prasasti batu-batu Bumi Ayu
Gambar 11. Animasi Sultan
Palembang yang menyambut tamu berkunjung ke ruang pamer sejarah Kerajaan
Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam.
Di ruang pamer ke 2 menyajikan peninggalan arca-arca dari masa kerajaan
Sriwijaya hingga peninggalan dari kerajaan Palembang Darussalam. Dari
masa kerajaan Sriwijaya terdapat replica prasasti Kedukan Bukit ditemukan pada
29 Desember 1920 yang mengisahkan tentang seorang raja yang membawa pasukan
sebanyak 2 laksa atau sekitar 2000 orang. Terdapat juga replica prasasti
Telaga Batu ditemukan pada tahun 1935 yang di atasnya terdapat 7 buah kepala
ular kobra. Kemudian ada pula replica prasasti Talang Tuo ditemukan pada
17 Desember 1920 yang mengisahkan bahwa sang raja membangun sebuah taman yang
bernama Sedi Kosetr. Masih banyak lagi prasasti-prasasti yang ditemukan
di Pulau Bangka pada tahun 1920an. Di museum ini juga terdapat prasasti
Boom Baru ditemukan 1950 yang bertuliskan huruf palawa bahasa
Sangsekerta. Sangat menarik melihat prasasti-prasasti tersebut karena
prasasti itu adalah salah satu bukti nyata bahwa dahulu memang pernah ada
Kerahaan Sriwijaya yang tersohor itu dan lewat prasasti ini kita dapat
mengetahui sepenggal kisah yang disampaikan dari masa kerjayaan Sriwiaya
dahulu.
Di sudut lain dari ruang pamer 2 terdapat berbagai arca peninggalan dari jaman
Agama Hindu yang ditemukan di Bumi Ayu seperti arca Awalokiteswara, lalu
terdapat sebuah wadah guci yang mengisahkan bahwa manusia terdiri dari 4 unsur
yaitu api, air, udara dan tanah dimana pada masa lalu tubuh manusia yang sudah
meninggal dibakar dan abunya dimasukan ke dalam guci tersebut yang diberi nama
Bua Bua. Di sisi lain terdapat lukisan suasana Palembang pada masa
Kerajaan Sriwijaya saat berjaya di abad ke 7 Masehi sampai pertengahan abad 14
Masehi. Di saat masa kehancuran Sriwijaya, kota Palembang menjadi tempat
atau kota tak bertuan maka datanglah 4 orang perompak dari Cina yang dipimpin
oleh Lio Tauming namun saat itu walaupun dengan kekuatan seadanya tetap dapat
digempur oleh Pangeran Ario Damar untuk mempertahankan kota Palembang dan
akhirnya berhasil. Ario Damar adalah seorang pangeran yang berasal dari
Majahpahit. Pangeran Ario Damar terkenal dengan nama Raden Patah.
Raden Patah ketika mengetahui ayahnya menjadi seorang raja di Majahpahit
membuat ia berniat kembali ke Majahpahit untuk memberitahukan kepada ayahnya
tentang keadaan di Sriwijaya namun menjadi sia-sia karena ayahnya telah
meninggal dunia terlebih dahulu kemudian Raden Patah bertemu dengan Wali
Songo. Pada masa pendudukan Belanda di Palembang, daerah yang dahulu
dipertahankan oleh Raden Patah dari serangan perompak Cina dibumi hanguskan
oleh Belanda, daerah tersebut dahulu di masa Kesultanan Palembang Darussalam
dikenal dengan nama Kuto Gawang dan sekarang menjadi Pabrik Pupuk
Sriwijaya. Adapun peninggalan masa Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan
Palembang Darussalam di Palembang adalah:
- Manik-manik
- Umpak batu
- Arca tablet tanah liat
- Kapak arca Awaloketiswara
- Fregmen acra perunggu
- Kaki arca
- Dan lukisan abad 17 yang mengisahkan perang antara Kesultanan Palembang Darussalam melawan Tentara Kolonial Belanda di depan Keraton Kuto Gawang (sekarang Pabrik Pupuk Sriwijaya)
Gambar 12. Arca
Awalokiteswara. Arca ini aslinya terbuat dari batuan andesit, ditemukan di
daerah Musi Ulu Palembang.
Arca
digambarkan dalam posisi berdiri di atas asana tetapi sudah hilang dan
jari-jari kaki lurus ke depan. Mempunyai empat buah tangan, tiga di antaranya
telah patah, yang tersisa hanya tangan kiri belakang membawa sesuatu yang tidak
jelas. Menggunakan jubah, rambut ikal keriting, mata setengah tertutup, hidung
mancung, mulut seolah tersenyum dan lubang telinga pangan. Perhiasan berupa
upawita lebar yang berbentuk pita di atas bahunya. Ikat perut berbentuk gasper
juga berbentuk pita. Mahkota yang dikenakan diikat di kepala bagian belakang
dan pada mahkota tersebut terdapat arca Amithaba dalam posisi duduk di atas
padmasana. Pada bagian punggung arca ini terdapat prasasti pendek dengan bahasa
Sansekerta dan huruf jawa kuno, berbunyi: “accarya,, dan seterusnya”. Arca ini
diperkirakan berasal dari abad 9 Masehi.
Gambar 13. Diorama ini
menggambarkan Keraton Kuto Gawang berdasarkan hasil lukisan sketsa Joan van der
Laen yang dibuat tahun 1659.
Keratin dilukiskan menghadap ke arah Sungai
Musi (ke selatan) dengan pintu masuk melalui Sungai Rengas. Disebelah timurnya
berbatasan dengan Sungai Taligawe dan disebelah baratnya berbatasan dengan
Sungai Buah. Dalam gambar sketsa tampak Sungai Taligawe, Sungai Rengas dan
Sungai Buah tampak terus ke utara dan satu sama lain tidak bersambung. Sebagai
batas kota sisi utara adalah kayu besi dan kayu unglen. Ditengah benteng tampak
berdiri megah bangunan keraton yang letaknya di sebelah barat Sungai Rengas.
Keraton Kuto Gawang ini didirikan oelh Ki Gede ing Suro pada awal abad ke 17
Masehi. Sekarang lokasi eks Keraton Kuto Gawang telah berdiri Pabrik Pupuk
Sriwijaya.
Gambar 14.
Benda-benda budaya khas Palembang.
Gambar 15.
Benda-benda kerajinan khas Palembang.
Gambar 16.
Tampak foto seseorang dan alat pemintal benang.
Gambar 17.
Songket khas Palembang.
Peninggalan kebudayaan dari masa kesultanan Palembang Darussalam, disalah satu
sisi diruang pamer 2 memajang lukisan seseorang bernama Sultan Mahmud
Badaruddin atau Joyo Wikromo atau Sultan Mahmud Badaruddin I pendiri daerah di
pinggir Sungai Musi yang sekarang dikenal dengan nama Benteng Kuto Besak dan
terlihat pula gambar Masjid Agung Palembang yang dibangun kurang lebih selama
10 tahun dari tahun 1738 sampai 1746.
Gambar 18.
Benda-benda sisi peninggalan masa kolonial Belanda di ruang pamer masa
kemerdekaan.
Gambar 19.
Kitab-kitab jadul peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam.
Ruang pamer 3 menampilkan kumpulan
koleksi-koleksi peninggalan pada masa perang mempertahankan kemerdekaan.
Di ruang pamer masa kemerdekaan banyak terdapat benda-benda dari masa kolonial
Belanda saat menjajah di wilayah Palembang dan Sumatera Selatan. Di
anatarnya ada uang atau koin mata uang dari jaman Belanda, Jepang hingga awal
kemerdekaan Indonesia. Kemudian ada benda-benda kuno seperti radio,
piringan hitam, pedang, pistol, pakaian, topi, meriam dan masih banyak lagi.
Gambar 20.
Rumah Limas khas Palembang.
Kemudian di bagian paling belakang dari Museum Balaputradewa kita dapat singgah
ke Rumah Limas. Rumah Limas di Museum Balaputradewa adalah rumah yang
dahulu dimiliki oleh orang arab bernama Sarip Abdurahman Al Habsi (Arif) yang
diangkat oleh Belanda menjadi seorang Kapitan. Rumah Limas tersebut
dibangun pada tahun 1836 Masehi lalu kemudian dijual kepada Pangeran
Betung. Rumah Limas tersebut masih sangat lengkap dengan berbagai macam
perabotan yang khas Palembang seperti kursi, lemari, lampu-lampu gantung, dan
lainnya. Rumah Limas tersebut terdiri dari 4 buah lantai atau biasa
disebut berkilat. Rumah Limas tersebut sudah 3 kali berpindah.
Langit-langit Rumah Limas dihiasi dengan lampu-lampu stolop dengan menggunakan
lilin dan air sehingga terlihat efek pelangi. Terdapat tanduk rusa
sebagai gantungan pakaian, lemari gerobok leket, pintu yang tidak menggunakan
engsel dan umumnya Rumah Limas menghadap kea rah Sungai.
Selain Rumah Limas terdapat pula Rumah Bergajah yaitu tempat orang-orang
terhormat. Lalu terdapat Rumah Hulu/Rumah Anti Gempa yaitu rumah yang
tiangnya tidak ditanam namun hanya menggunakan batu yang dijadikan sebagai
penyanggah dan lantainya menggunakan bambu. Rumah ini memiliki bobot yang
ringan, dinding yang bisa dibuka dan tidak memiliki jendela. Rumah ini
sendiri ditemukan di daerah Asam Kelat.
Terdapat pula Gedung 3 Manusia dan Lingkungannya. Pada gedung tersebut
terdapat berbagai jenis alat transportasi seperti Liu-liu, gerobak, rakit dan
perahu serta ada Jali yaitu kelombu yang berbentu burung-burungan dimana
biasanya joli-joli ini diberikan untuk pengantin wanita sebagai lamaran juga
ditambah dengan sena/nampa dan songket. Di sini juga terlihat keranda
berwarna hijau, ada juga patung seorang ibu tua yang sedang menganyam songket
dan songket tersebut hanya boleh dipakai oelh seorang wanita yang sudah
mempunyai suami. Hasil dari tenunan patung ibu tua itu terpajang
disebelah patung tersebut diantaranya adalah songket bunga pacar, songket naga,
songket beraung dan berbagai aksesoris pengantin khas Sumsel seperti kalung dan
gelang dari Tanjung Batu, Batik Pale, Batik Supri dan lainnya. Kemudian yang
terakhir di dalam Rumah Limas juga terdapat 7 keranda orang meninggal (tudung)
berwarna hitam.
Gambar 21.
Galeri atau Ruang Pamer Kebudayaan Malaka.
Tambahan, di Museum Balaputradewa sekarang terdapat ruang khusus pertukaran
budaya antara Kesultanan Malaka (Malaysia) dan Palembang (Indonesia).
Ruang pamer (Galeri) kebudayaan Malaka ini baru dibuka sekitar tahun 2011 saat
Sultan Malaka berkunjung ke Palembang. Ruang pamer kebudayaan Malaka
didedikasikan kepada masyarakat Palembang karena adanya keterikatan batin dan
budaya antara masyarakat Malaka dan Palembang. Sultan Iskandar Syah yang
lebih dikenal dengan nama Parameswara di Palembang merupakan sultan pertama dan
pendiri kerajaan Malaka, Sultan Iskandar Syah atau Parameswara adalah orang
Palembang asli yang merupakan raja terakhir dari Kerajaan Sriwijaya, saat
Sriwijaya hancur pada abad ke 14 Masehi dan akan diduduki oleh kerajaan
Majahpahit beliau (Parameswara) melarikan diri ke Semenanjung Malaka (Malaya),
kemudian di Malaka Parameswara menikah dengan penduduk setempat lalu masuk
Islam dan berganti nama menjadi Iskandar Syah, Iskandar Syah lalu mendirikan
sebuah kerajaan di tanah barunya tersebut dengan nama Kesutanan Malaka.
Itulah sedikit kisah dari berdirinya Kerajaan Malaka di Semenanjung Malaya,
oleh alasan itulah mengapa Sultan Malaka berkunjung ke Palembang lalu kemudian
membuka Galeri Kebudayaan Malaka di Museum Balaputradewa agar para generasi
muda di Palembang dan di Malaka sadar dan mengetahui bahwa antar kedua tempat
tersebut memiliki ikatan batin dan budaya yang sangat erat dari diri leluhur
mereka yaitu sang raja terakhir Sriwijaya dan raja pertama di Malaka “Sang
Mulia Baginda Sultan Iskandar Syah atau Sri Baginda Parameswara”
B. MUSEUM SULTAN MAHMUD BADARUDIN
II
Di dalam museum tidak begitu luas namun cukup memuat informasi tentang kota
Palembang. Disetiap koleksi diberi keterangan sehingga memudahkan pengunjung
untuk tahu koleksi apa yang sedang dilihat.
Dimulai dari
pengenalan kota Palembang. Diperlihatkan foto-foto kota Palembang tempo dulu
yang masih bangunan batu kokoh, halaman yang luas belum banyak kendaraan.
Sampai adat pernikahan orang Palembang, perlengkapan sunat anak Palembang, dan
panggung nikah.
Adat
pernikahan di Palembang untuk di tangan dan kaki menggunakan pewarna yang
terbuat dari daun pacar. Daun pacar ini ditumbuk lalu ditempelkan di kuku
tangan dan kaki.
Selain itu ada juga diperlihatkan peralatan menenun kain songket. Songket
merupakan kain khas asli Palembang dan harganya bisa sampai jutaan tergantung
tingkat kerumitan dari motif songket.
. Palembang punya
kampung songket yang memang sebagian penduduk di kampung itu berprofesi sebagai
penenun songket. Kampung itu terletak di jalan Tangga Buntung (Tanggo Buntung).
Selain itu masih ada bangunan asli
Palembang. Corak rumah panggung yang lantai rumahnya beralaskan papan. Selain
itu dengan jendela dan pintu yang tinggi yang diukir dengan motif buatan orang
Palembang. Selain itu masih ada koleksi lain seperti keramik, mata uang, seni
rupa, dan perabotan.
BAB III
PENUTUP
Secara keseluruhan koleksi Museum Balaputradewa dan Museum
Sultan Mahmud Badarudin II terdiri dari prasasti peninggalan kerajaan
Sriwijaya, benda-benda peninggalan Kerajaan Sriwijaya, benda-benda peninggalan
Kesultanan Palembang Darussalam, sejarah perang kemerdekaan di Sumatera Selatan
dan benda-benda kebudayaam dari Sumatera Selatan. Dari koleksi-koleksi
yang ada di Museum Balaputradewa memperlihatkan bahwa Kerajaan Sriwijaya pernah
menjadi pusat Agama Budha yang terkemuka di dunia pada masa jayanya.
Begitu banyak arca yang menggambarkan Budha yang ditemukan di provinsi Sumatera
Selatan yang kemudian menjadi bagian koleksi Museum Balaputradewa. Di bagian
belakang museum terdapat bangunan khas Palembang yaitu Rumah Limas. Di
bagian samping ruang pamer terdapat patung-patung yang mengambarkan budha dari
berbagai situs dan diduga merupakan situs Kerajaan Sriwijaya. Salah satu
patung atau arca yang paling terkenal dan sangat menarik perhatian pengunjung
adalah patung orang menaiki gajah yang merupakan peninggalan era megalitikum di
Sumatera Selatan tepatnya dari dataran tinggi Basemah/Pasemah (Pagaralam,
Lahat, Oku, Bengkulu/curup). Masyarakat setempat menganggap bahwa patung
orang menunggang gajah tersebut adalah salah satu kutukan yang benar-benar
terjadi dari kisah legenda masyarakat setempat yaitu Legenda Si Pahit
Lidah. Legenda Si Pahit Lidah mengisahkan bahwa siapa saja yang dikutuk
olehnya akan menjadi batu.
.
FOTO-FOTO SAAT DI MUSEUM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar